Saturday, December 17, 2005

Orang - orang yang Didoakan oleh Malaikat

Oleh : Syaikh Dr. Fadhl Ilahi


Allah SWT berfirman, "Sebenarnya (malaikat - malaikat itu) adalah hamba - hamba yang dimuliakan, mereka tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah - perintah-Nya. Allah mengetahui segala sesuatu yang dihadapan mereka dan yang dibelakang mereka, dan mereka tidak memberikan syafa'at melainkan kepada orang - orang yang diridhai Allah, dan mereka selalu berhati - hati karena takut kepada-Nya" (QS Al Anbiyaa' 26-28)

Inilah orang - orang yang didoakan oleh para malaikat :

1. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci. Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa 'Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci'" (hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/37)

2. Orang yang duduk menunggu shalat. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah salah seorang diantara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya 'Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia'" (Shahih Muslim no. 469)

3. Orang - orang yang berada di shaf bagian depan di dalam shalat. Imam Abu Dawud (dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra' bin 'Azib ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang - orang) yang berada pada shaf - shaf terdepan" (hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud I/130)

4. Orang - orang yang menyambung shaf (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalm shaf). Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang - orang yang menyambung shaf - shaf" (hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/272)

5. Para malaikat mengucapkan 'Amin' ketika seorang Imam selesai membaca Al Fatihah. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Jika seorang Imam membaca 'ghairil maghdhuubi 'alaihim waladh dhaalinn', maka ucapkanlah oleh kalian 'aamiin', karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu" (Shahih Bukhari no. 782)

6. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Para malaikat akan selalu bershalawat kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam tempat shalat dimana ia melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata, 'Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia'" (Al Musnad no. 8106, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadits ini)

7. Orang - orang yang melakukan shalat shubuh dan 'ashar secara berjama'ah. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Para malaikat berkumpul pada saat shalat shubuh lalu para malaikat ( yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat 'ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat 'ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, 'Bagaimana kalian meninggalkan hambaku ?', mereka menjawab, 'Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat'" (Al Musnad no. 9140, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir)

8. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummud Darda' ra., bahwasannya Rasulullah SAW bersabda, "Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata 'aamiin dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan'" (Shahih Muslim no. 2733)

9. Orang - orang yang berinfak. Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidak satu hari pun dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya berkata, 'Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak'. Dan lainnya berkata, 'Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit'" (Shahih Bukhari no. 1442 dan Shahih Muslim no. 1010)

10. Orang yang makan sahur. Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, meriwayaatkan dari Abdullah bin Umar ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang - orang yang makan sahur" (hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhiib wat Tarhiib I/519)

11. Orang yang menjenguk orang sakit. Imam Ahmad meriwayatkan dari 'Ali bin Abi Thalib ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga shubuh" (Al Musnad no. 754, Syaikh Ahmad Syakir berkomentar, "Sanadnya shahih")

12. Seseorang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain. Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain" (dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Kitab Shahih At Tirmidzi II/343)

Friday, December 16, 2005

Tanda-tanda ajal mendekat

Ada seorang hamba yang begitu taat kepada tuhan. Sebut saja namanya Fulan. Fulan sangat rajin beribadah. Pendeknya, Fulan ini tidak pernah lalai sekalipun kepada Allah SWT.

Suatu hari, ada yang bertamu ke rumah Fulan. Betapa kaget Fulan ketika mengetahui siapa gerangan yang datang bertamu. Tamu itu ternyata Izrail, malaikat pencabut nyawa. Terjadilan tanya jawab antara Fulan dengan tamunya.

"Wahai sahabatku, Izrail! Apakah perihal kedatanganmu kemari adalah atas perintah Tuhan untuk mencabut nyawaku, ataukah cuma kunjungan biasa saja ?"
"Ya, Fulan sahabatku! kedatanganku kali ini tidak dalam rangka menjemput nyawamu, kedatanganku ini cuma kunjungan biasa saja. Kunjungan seorang sahabat kepada sahabatnya!"

Mendengar penjelasan Izrail, maka seketika bersinarlah wajah Fulan saking gembiranya. Mereka lalu bercakap-cakap sampai tiba saatnya Izrail pamit.

"Wahai sahabatku, Izrail! sebagai tanda persahabatan kita, aku ada harapan kepadamu, kiranya engkau tidak keberatan untuk mengabulkannya" Gerangan apakah permohonan itu, hai Fulan sahabatku ?".

"Begini, ya Izrail. Jika nanti kau datang lagi kepadaku dengan maksud untuk mencabut nyawaku, maka mohon kiranya engakau mau mengirimkan seseorang utusan kepadaku terlebih dahulu. jika demikian maka aku ada waktu untuk bersiap-siap menyambut kedatanganmu".

"Oh Begitu? Hai Fulan, kalau cuma itu, permohonan aku kabulkan. aku berjanji akan mengirim utusan itu kepadamu". Gembiralah Fulan menerima janji Izrail. Rupanya Izrail berbaik hati mau mengabulkan harapanku, demikian pikir Fulan.

Demikian kisahnya, waktupun berjalan. Tahun berganti tahun. Tak terasa bahwa pertemuan Fulan dengan Izrail telah sekian lama berlalu. Kehidupan berlangsung terus sampai suatu ketika Fulan kaget sekali. Tak disangka-sangka sebelumnya Izrail muncul dirumahnya.

Fulan merasa bahwa kedatangan Izrail ini begitu mendadak, padahal telah ada komitment janji Izrail kepadanya.
"Wahai, Izrail sahabatku! Mengapa engkau tak mengirimkan utusanmu kepadaku? Mengapa engkau ingkar janji?"

Dengan tersenyum Izrail menjawab, "Wahai Fulan, sahabatku! Sesungguhnya aku sudah mengirimkan utusanku itu kepadamu, cuma kamu sendiri yang mungkin tidak menyadarinya. Coba perhatikan punggungmu, dulu ia tegak perkasa, sekarang gemeteran dengan ditopang tongkat. Perhatikan penglihatanmu, dulu ia bersinar sehingga orang luluh kena sorotannya tetapi sekarang kabur dan lemah. Ya, Fulan bukankah pikiranmu sekarang mudah putus asa padahal ia dulu begitu enerjik dan penuh berbagai harapan ? Tempo hari kamu cuma menginginkan seseorang utusan saja dariku, tetapi aku telah mengirimkan begitu banyak utusanku kepadamu!" karena merasa belom siap, si Fulan berkata, "Wahai Malaikat sahabatku, mengapa engkau tidak bilang bahwa itu adalah utusanmu ? kalau begitu, bagaimana jika ajalku engkau akhirkan beberapa waktu, supaya aku bisa menyelesaikan urusan-urusanku yang belom selesai ?"

Kemudian malaikat membaca ayat: "Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Qs. Al-Manafiqun : 11)

Thursday, December 15, 2005

RAHASIA SILATURAHMI

Tahukah kalian tentang sesuatu yang paling cepat mendatangkan kebaikan ataupun keburukan? "Sesuatu yang paling cepat mendatangkan kebaikan," sabda Rasulullah SAW, "adalah balasan (pahala) orang yang berbuat kebaikan dan menghubungkan tali silaturahmni, sedangkan yang paling cepat mendatangkan keburukan ialah balasan (siksaaan) bagi orang yang berbuat jahat dan yang memutuskan tali persaudaraan" (HR. Ibnu Majah). SILATURAHMI tidak sekedar bersentuhan tangan atau memohon maaf belaka. Ada sesuatu yang lebih hakiki dari itu semua, yaitu aspek mental dan keluasan hati. Hal ini sesuai dengan asal kata dari silaturahmi itu sendiri, yaitu shilat atau washl, yang berarti menyambungkan atau menghimpun, dan ar-rahiim yang berarti kasih sayang. Makna menyambungkan menunjukkan sebuah proses aktif dari sesuatu yang asalnya tidak tersambung. Menghimpun biasanya mengandung makna sesuatu yang tercerai-berai dan berantakan, menjadi sesuatu yang bersatu dan utuh kembali. Tentang hal ini Rasulullah SAW bersabda, "Yang disebut bersilaturahmi itu bukanlah seseorang yang membalas kunjungan atau pemberian, melainkan bersilaturahmi itu ialah menyambungkan apa yang telah putus" (HR. Bukhari).
Oleh karena itu, menjadi sangat penting bagi kita untuk menyadari bahwa silaturahmi tidak hanya merekayasa gerak-gerik tubuh, namun harus melibatkan pula aspek hati di dalamnya. Dengan kombinasi bahasa tubuh dan bahasa hati, kita akan mempunyai kekuatan untuk bisa berbuat lebih baik dan lebih bermutu daripada yang dilakukan orang lain pada kita. Kalau orang lain mengunjungi kita dan kita balas mengunjunginya, ini tidak memerlukan kekuatan mental yang tinggi. Boleh jadi kita melakukannya karena merasa malu atau berhutang budi kepada orang tersebut. Namun, bila ada orang yang tidak pernah bersilaturahmi kepada kita, lalu dengan sengaja kita mengunjunginya walau harus menempuh jarak yang jauh dan melelahkan, maka inilah yang disebut silaturahmi. Apalagi kalau kita bersilaturahmi kepada orang yang membenci kita, seseorang yang sangat menghindari pertemuan dengan kita, lalu kita mengupayakan diri untuk bertemu dengannya. Inilah silaturahmi yang sebenarnya. Rasulullah SAW pernah memberikan nasihat kepada para sahabat, "Hendaklah kalian mengharapkan kemuliaan dari Allah". Para sahabat pun bertanya, "Apakah yang dimaksud itu, ya Rasulullah?" Beliau kemudian bersabda lagi, "Hendaklah kalian suka menghubungkan tali silaturahmi kepada orang yang telah memutuskannya, memberi sesuatu (hadiah) kepada orang yang tidak pernah memberi sesuatu kepada kalian, dan hendaklah kalian bersabar (jangan lekas marah) kepada orang yang menganggap kalian bodoh" (HR. Hakim). Dalam hadis lain dikisahkan pula, "Maukah kalian aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya daripada shalat dan shaum?" tanya Rasulullah SAW kepada para sahabat. "Tentu saja," jawab mereka. Beliau kemudian menjelaskan, "Engkau damaikan yang bertengkar, menyembungkan persaudaraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara yang terpisah, menjembatani berbagai kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan tali persaudaraan di antara mereka adalah amal shalih yang besar pahalanya. Barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan diluaskan rezekinya, hendaklah ia menyambungkan tali silaturahmi" (HR. Bukhari Muslim). Dari sini terlihat jelas, betapa pentingnya menyambungkan tali silaturahmi dan memperkuat nilai persaudaraan tersebut. Betapa tidak! Dengan silaturahmi maka akan terjalinlah rasa kasih sayang dengan sesama manusia, bahkan dengan makhluk Allah lainnya. Bila ini terjadi maka rahmat dan kasih sayang Allah pun akan turun dan menaungi hidup kita. Tapi sebaliknya, rahmat dan kasih sayang Allah akan menjauh bila tali silaturahmi sudah terputus di antara kita. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya rahmat Allah tidak akan turun kepada suatu kaum yang di dalamya ada orang yang memutuskan tali persaudaraan". Seorang sahabat yang bernama Abu Awfa pernah betutur kisah. Ketika itu, kata Abu Awfa, kami berkumpul dengan Rasulullah SAW. Tiba-tiba beliau bersabda, "Jangan duduk bersamaku hari ini orang yang memutuskan tali silaturahmi". Setelah itu seorang pemuda berdiri dan meninggalkan majelis Rasul. Rupanya sudah lama ia memendam permusuhan dengan bibinya. Ia segera meminta maaf kepada bibinya tersebut, dan bibinya pun memaafkannya. Ia pun kembali ke majelis Rasulullah SAW dengan hati yang lapang. * * *
SAHABAT, bagaimana mungkin hidup kita akan tenang kalau di dalam hati masih tersimpan kebenciaan dan rasa permusuhan kepada sesama muslim. Perhatikan keluarga kita, kaum yang paling kecil di masyarakat. Bila di dalamnya ada beberapa orang saja yang sudah tidak saling tegur sapa, saling menjauhi, apalagi kalau di belakang sudah saling menohok dan memfitnah, maka rahmat Allah akan di jauhkan dari rumah tersebut. Dalam skala yang lebih luas, dalam lingkup sebuah negara. Bila di dalamnya sudah ada kelompok yang saling jegal, saling fitnah, atau saling menjatuhkan, maka dikhawatirkan bahwa bangsa dan negara tersebut akan terputus dari rahmat dan pertolongan Allah SWT. Dari sini bisa kita pahami mengapa Rasulullah SAW tidak mentoleransi sekecil apapun perbuatan-perbuatan yang akan menimbulkan perpecahan dan permusuhan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, "Berhati-hatilah kalian terhadap prasangka, sebab prasangka itu sedusta-dustanya cerita (berita). Jangan pula menyelidiki, mematai-matai, dan menjerumuskan orang lain. Dan janganlah saling menghasud, saling membenci, dan saling membelakangi. Jadilah kalian sebagai hamba Allah yang bersaudara" (HR. Bukhari Muslim). Silaturahmi adalah kunci terbukanya rahmat dan pertolongan Allah SWT. Dengan terhubungnya silaturahmi, maka ukhuwah Islamiyah akan terjalin dengan baik. Ini sangat penting. Sebab, bagaimana pun besarnya umat Islam secara kuantitatif, sama sekali tidak ada artinya, laksana buih di lautan yang mudah diombang-ambing gelombang, bila di dalamnya tidak ada persatuan dan kerja sama untuk taat kepada Allah. Wallahu a'lam * * * ( KH. Abdullah Gymnastiar )

Monday, December 12, 2005

Masihkah Kita Muliakan Orang Tua?

Penulis : KH Abdullah Gymnastiar


Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang tua, ibu bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah dan bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu. Hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS Luqman: 14) Mahasuci Allah Dzat yang tak pernah bosan mengurus semua hamba-Nya. Yang telah menjadikan amalan memuliakan orang tua (birul walidain) sebagai amalan yang amat dicintai-Nya. Demi Allah, siapa pun yang selalu berusaha untuk memuliakan kedua orang tuanya, niscaya akan Ia angkat derajatnya ke tempat paling tinggi di dunia maupun di akhirat.

Alangkah tepat andai firman Allah tersebut kita baca berulang-ulang dan kita renungkan dalam-dalam. Sehingga Allah berkenan mengaruniakan cahaya hidayahnya kepada kita, mengaruniakan kesanggupan untuk mengoreksi diri dan mengaruniakan kesadaran untuk bertanya: "Telah seberapa besarkah kita memuliakan ibu bapak?". Boleh jadi kita sekarang mulai mengabaikan orang tua kita. Bisa saja saat ini mereka tengah memeras keringat banting tulang mencari uang agar studi kita sukses. Sementara kita sendiri mulai malas belajar dan tidak pernah menyesal ketika mendapatkan nilai yang pas-pasan. Bahkan, dalam shalat lima waktunya atau tahajudnya mereka tak pernah lupa menyisipkan doa bagi kebaikan kita anak-anaknya.

Tetapi, berapa kalikah dalam sehari semalam kita mendoakannya? Shalat saja kita sering telat dan tidak khusyuk. Ada seorang perwira tinggi yang sukses dalam karirnya, ternyata memiliki jawaban yang "sederhana" ketika ditanya seseorang, "Waktu kecil apakah Bapak pernah bercita-cita ingin jadi seorang jenderal?" Pertanyaan itu dijawabnya dengan tegas; "Saya tidak pernah bercita-cita seperti itu, kalau pun ada yang saya dambakan ketika itu, bahkan hingga sekarang, saya hanya ingin membahagiakan kedua orang tua saya!" Betapa dengan keinginan yang sepintas tampak sederhana, ia memiliki energi yang luar biasa, sehingga mampu menempuh jenjang demi jenjang pendidikan dengan prestasi gemilang.

Bahkan ketika mulai masuk dinas ketentaraannya, ia mampu meraih jenjang demi jenjang dengan gemilang pula, hingga sampai pada pangkat yang disandangnya sekarang. Subhanallah. Karena itu, kita jangan sampai mengabaikan amalan yang sangat disukai Allah ini. Rasulullah SAW menempatkan ibu "tiga tingkat" di atas bapak dalam hal bakti kita pada keduanya. Betapa tidak, sekiranya saja kita menghitung penderitaan dan pengorbanan mereka untuk kita, sungguh tidak akan terhitung dan tertanggungkan. Seorang ulama mengatakan, "Walau kulit kita dikupas hingga telepas dari tubuh tidak akan pernah bisa menandingi pengorbanan mereka kepada kita.

" Berbulan-bulan kita bebani perut ibu, hingga ketika ia miring dan bergerak jadi sulit, karena rasa sakit menahan beban kita di dalam perutnya. Berjalan berat, duduk pun tak enak, tapi ia tak pernah kecewa. Sebaliknya, ia selalu tersenyum. Begitu pun ketika melahirkan., ibu kita benar-benar dalam keadaan hidup mati. Darah berhamburan, keringat bercucuran. Sakit tiada terperi. Namun, ia ikhlas! Manakala melihat kita si jabang bayi, hilanglah semua penderitaan. Senyum pun tersungging, walau tubuh lunglai tatkala mendengar tangisan kita, yang kelak banyak menyusahkannya. Ingatkah kita ketika masih bayi? Kepalanya kita kencingi. Badannya kita beraki. Sedang tidur pun kita bangunkan. Kita suruh ia mencuci popok hampir setiap waktu.

Tiba waktu sekolah, orang tua kita harus peras keringat banting tulang, bahkan mau bertebal muka, ngutang ke sana ke sini. Semuanya dilakukan agar anak-anaknya bisa sekolah, bisa berpakaian seragam yang pantas. "Rutinitas" itu berlangsung bertahun-tahun, mulai dari SD, SMP, SMA, hingga kita kuliah. Bahkan, setelah menikah pun tetap saja kita menyusahkan dan membebani mereka dengan aneka masalah. Benar-benar tak tahu malu, kita menengadahkan tangan pada kedua orang tua sekian tahun lamanya. Semua contoh di atas seharusnya menyebabkan kita bisa mengukur diri, apa yang bisa kita lakukan untuk keduanya selama ini? Betapa sering kita mengiris-iris hatinya. Mulai dari tingkah-laku kita yang jauh dari kesopanan, ucapan yang terkadang menyakitkan, hingga perlakuan kita yang sering merendahkan.

Yang lebih kurang ajar lagi, kita sering memperlakukan mereka sebagai pembantu. Bahkan ada di antara kita yang malu mempunyai orang tua yang lugu dan sederhana. Tentu kita terlahir ke dunia tidak untuk berlaku rendah seperti itu. Allah dan Rasul-Nya tidak akan pernah ridha melihat kelakuan tersebut. Dari sinilah kita harus berusaha menjaga hubungan baik dengan mereka, karena di sana terbuka pintu surga. Ridha orang tua adalah ridha Allah SWT. Betapapun ada satu dua perlakukan orang tua kita yang kurang berkenan di hati, tapi ingatlah bahwa darah dagingnya mengalir dan melekat di diri kita? Makanan yang sehari-hari kita makan pun adalah buah dari tetesan keringatnya.

Alangkah lebih baik apabila kita bersabar dan teruslah panjatkan doa. Karena itu, jangan tunda waktu untuk membahagiakan mereka. Mohonkanlah maafnya atas segala kesalahan dan kelalaian kita selama ini. Karena siapa tahu Allah akan segera menakdirkan perpisahan antara kita dengan mereka untuk selama-lamanya. Kalau keduanya sudah berada di dalam kubur, bagaimana kita bisa mencium tangannya. Kita tidak bisa mempersembahkan bakti apapun kalau mereka sudah terbujur kaku. Jangan enggan untuk menjaga, membela, membahagiakan, memuliakan, menghormati, dan berbuat yang terbaik terhadap keduanya. Jangan lupa untuk selalu mendoakan keduanya agar mendapatkan khusnul khatimah. Mudah-mudahan perjuangan kita yang ikhlas dalam memuliakan keduanya membuat Allah ridha, sehingga Ia berkenan mengangkat derajat mereka berdua dan kita pun menjadi hamba yang berada dalam naungan cahaya ridha-Nya. Wallahu a'lam bish-shawab.